Rabu, 02 Agustus 2017

Trinitas Menurut Augustinus dan Luther

Penghayatan Doktrin Trinitas oleh Augustinus dan Luther

I.                   PENDAHULUAN
Kita ketahui trinitas adalah Allah, Bapa dan Roh Kudus, yang berarti tiga oknum satu hakikat. Dan pada saat ini kita akan membahas bagaimana penghayatan doktrin trinitas menurut tokoh Augustinus dan Luther. Dimana mereka berpendapat bahwa trinitas itu adalah Allah, Bapa dan Roh Kudus, dimana mereka memiliki tiga pribadi satu hakikat, dan tidak dapat dipisah.

II.                PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Trinitas
Istilah Trinitas atau Tritunggal berasal dari kata Latin “Trinitas”, yang artinya                “ketigaan”. Meskipun kata tersebut secara implisit tidak ada dalam Alkitab, Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru menyaksikan tentang Allah, yang esa menyatakan diri dalam tiga pribadi berbeda.[1] Dan dirumuskan oleh Gereja setelah penelitian terus-menerus atas data Alkitab. Dimana Allah yang esa dinyatakan sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.[2] Secara posisi tidak ada satu lebih besar dari pada yang lain, atau lebih kecil dari pada yang lain. Dalam hal waktu, tidak ada satu lebih kemudian dari pada yang lain. Dalam sifat tiga oknum Allah adalah sama, tidak ada satu oknum yang lebih kaya dari pada yang lain, atau tidak ada yang lebih miskin dari pada yang lain, atau satu oknum lebih besar dari pada yang lain, juga tidak ada satu yang lebih kurang dari pada yang lain. Bukan tiga Allah tapi satu Allah yang Esa.[3]
2.2.Latar Belakang Doktrin Trinitas
Pada abad-abad yang pertama gereja yang masih muda ini diperhadapkan dengan persoalan-persoalan, dimana pengakuan yang diambil-alih dari ajaran Yahudi, yaitu bahwa Tuhan Allah adalah esa dan pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Oleh karena itu maka timbullah persoalan, apakah dengan demikian orang Kristen menyembah kepada Allah yang lebih dari satu? Dan disepanjang sejarah ini tampaklah pergumulan Gereja untuk merumuskan kepercayaannya mengenai Tuhan Allah.
Didalam pergumulan ini gereja satu pihak berusaha untuk mempertahankan keesaan Allah dengan melepaskan ketritunggalannya, artinya bahwa orang sedemikian menekankan kepada ajaran bahwa Allah adalah esa, sehingga sebutan Bapa, Anak, dan Roh Kudus seolah-olah dipandang sebagai sifat-sifat Allah saja. Di pihak lain gereja juga bergumul dengan mempertahankan ketritunggalan Allah dengan melepaskan keesaanyaa., artinya : bahwa orang sedemikian menekankan kepada perbedaan di antara Bapa, Anak, Roh Kudus, sehingga ketiganya itu seolah-olah berdiri sendiri-sendiri tanpa ada kesatuannya.[4]
Pengakuan iman merupakan suatu langkah penting dalam arah perkembangan ajaran gereja tentang Trinitas, sebab keduanya mengintisarikan iman Kristen secara singkat. Ajaran tentang Trinitas tidak berasal dari sumber-sumber non-Kristen. [5] Orang-orang Yahudi pada jaman Tuhan Yesus sangat menekankan kesatuan Allah, dan penekanan itu terus dipertahankan dalam Gereja Kristen. Akibatnya sebagian orang kemudian menyingkirkan perbedaan pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal itu satu per satu, dan yang lain gagal dalam memberikan penjelasan pada keilahian esensial dari pribadi kedua dan ketiga Allah Tritunggal.[6] Dalam bentuk latin “trinitas” oleh Tertullian (tahun 220 Masehi).[7] Trinitas yang bersifat “ekonomis” dan “bersejarah- keselamatan”. Hanya karena Allah adalah kasih, maka Dia berbuat Kasih. Kasih itu adalah hakikat-Nya sendiri, bukankah sesuatu  yang ditambahkan pada hakikat-Nya.[8]

2.3.Penghayatan Doktrin Trinitatis oleh Augustinus dan Luther
2.3.1.      Doktrin Trinitatis oleh Augustinus
Augustinus adalah seorang Bapa Gereja yang pandangan-pandangan teologinya yang sangat berpengaruh dalam Gereja Barat. Dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius pada tanggal 13 November 354. Ayahnya bernama Patricius seorang kafir dan Ibunya bernama Monica seorang yang saleh dan penuh kasih. Memulai pendidikannya di Tagaste dan kemudian belajar retorika dan Filsafat di Kartago. Dan menjadi seorang teolog besar dalam sejarah gereja.[9]
Augustinus menekankan keesaan Allah. Augustinus berkata bahwa itu adalah satu Allah, bukan setiap pribadi dari tiga pribadi itu yang mempunyai satu hakikat, dan yang satu memiliki satu keilahian, dan yang satu lagi keagungan, dan yang satu lagi kemuliaan, demikian juga yang satu memiliki kehendak sedang yang lainnya kemungkinan untuk melaksanakan kehendak itu dalam kegiatan. Karena itu kata Augustinus , tidak ada satu kegiatan di mana Allah Bapa saja, atau hanya anak atau hanya roh kudus saja yang terlibat. Terhadap dunia ini, demikian Augustinus, Allah (yaitu ketiga peribadi itu) memperlihatkan dan menampilkan “satu Prinsip” (unum principim). Augustinus memahami keesaan Trinitas itu begitu kuat, sehingga ia mengatakan bahwa bukan hanya Bapa, tetapi juga Anak dan Roh Kudus terlibat secara aktif dalam inkarnasi Anak. Untuk mengungkapkan pandangan ini Augustinus menciptakan suatu formula yang persis, yang kira-kira menjelaskan bahwa karya-karya Trinitas tidak dapat dipisahkan satu terhadap yang lainnya dalam hubungan dengan kegiatan mereka yang tertuju ke luar, yang berarti bahwa ketigaan pribadi Trinitas itu senangtiasa bekerja dalam satu konser. Augustinus sungguh-sungguh merasakan ketidakcukupan dari istrilah Persona. Ia senantiasa memakai kata itu dengan penuh keraguan, ia menggantikan kata itu dengan relation (hubungan). Menurutnya apa yang disebut dengan pribadi itu bukanlah sesuatu yang berbeda, masing-masing dalam diri mereka sendiri. Mereka hanya berbeda dalam hubungan mereka satu terhadap lainnya dan terhadap dunia. Maka Augustinus berpendapat bahwa adalah tidak mungkin memanggil Trinitas itu “Bapa” dalam pengertian yang sama, apabila Trinitas diacu sebagai besar, atau baik, atau kekal. Ucapan seperti ini akan menempatkan Trinitas hanya sebagai pengertian yang bersifat derifatif (yang dijabarkan).[10] Ini terletak di dalam relasi antara Bapa, Putra, dan Roh. Relasi yang dimaksud disini adalah relasi sumber da nasal muasal.: dimana Bapa adalah Sumber yang merupakan asal muasal Putra, sementara Roh memperoleh ada-Nya dari Bapa dan Putra.[11]

2.3.2.      Doktrin Trinitatis oleh Luther
Martin Luther dikenal sebagai seorang reformator gereja di Jerman pada abad ke-16. Dilahirkan pada 10 November 1483 dalam sebuah keluarga petani di Eisleben, Thuringen, Jerman. Ayahnya bernama Hans Luther dan Ibunya bernama Margaretta. Keluarga Luther adalah keluarga yang saleh sebagaimana golongan petani Jerman sehingga Martin Luther dibesarkan dalam suasana seperti itu.[12]
Penghayatan Trinitas oleh Martin Luther, yaitu sesuai dengan keputusan Nicea. Bahwa ada satu hakikat ilahi, yang disebut Allah dan sesungguhnya Allah. Dan ada tiga pribadi dalam satu hakikat ilahi ini, setara dalam kuasa dan sama-sama kekal; Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus. Ketiganya adalah satu hakikat ilahi, kekal, tidak terbagi-bagi, tidak berakhir, mahakuasa,mahaarif dan mahabaik, satu pencipta dan pemelihara segala Sesutu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Istilah “pribadi” haruslah dimengerti sebagaimana Bapa-bapa Gereja menggunakan kaitan ini, bukan sebagai suatu bagian dari yang lain, melainkan sebagai yang ada dari dirinya sendiri.[13]
2.4.Tambahan Dosen
Tambahan dosen yang pada saat pertemuan yaitu Pertanyaan apakah ada doktrin trinitas yang kita anut?. Jawabannya adalah: hasil dari konsili Nicea-Konstantinopel. Dimana diundanglah gereja siapa saja gereja yang menyatakan dirinya sebagai gereja yang Am. Dalam doktrin trinitas tidak ada dua. Hanya satu saja yaitu hasil keputusan konsili Nicea-Konstantinopel. Dan bagaimana menjelaskan doktrin itu dalam kondisi yang tepat. Bagaimana orang-orang Zaman selanjutnya menghayati dan menjelaskan doktrin itu?. Zaman berbeda pikiran dan bahasa, istilah-istilah berkembang. Pada abad ke-20 (tahun 1900-an) jaraknya, bagaimana mereka menghayati dan menyampaikan keputusannya. Nicea? keputusannya dituliskan dalam bahasa Yunani, bagaimana mereka menghayati dan menjelaskan keputusan Nicea dan Konstantinopel.?
Dimana Pergumulan kritis: perkembangan bahasa. Contoh kata Personae Tuna Substantia dalam Nicea-Konstantinopel yaitu pribadi: orang, pribadi, oknum, namun orang-orang abab ke-20 berkata tidak seperti itu. Penjelasan kita tidak bisa melahirkan rumusan yang baru/berbeda dari konsili Nicea-Konstantinopel menjelaskan masalah. Contoh Personae berbeda dengan yang dulu. Substansi dulu berbeda sekarang hakikat. Esensinya karena adanya perkembangan bahasa.

III.             KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas saya dapat menyimpulkan bahwa Doktrin trinitas terdiri dari tiga oknum dan satu hakikat. Dimana oknum itu adalah antara Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan memiliki satu hakikat yaitu “Kasih”. Dan dapat menurut Augustinus apa yang disebut dengan pribadi itu bukanlah sesuatu yang berbeda, masing-masing dalam diri mereka sendiri. Mereka hanya berbeda dalam hubungan mereka satu terhadap lainnya dan terhadap dunia. Dan Luther mengatakan Bahwa ada satu hakikat ilahi, yang disebut Allah dan sesungguhnya Allah. Dan ada tiga pribadi dalam satu hakikat ilahi ini, setara dalam kuasa dan sama-sama kekal; Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus.

IV.             DAFTAR PUSTAKA
Backer Dieter Theol., Pedoman Dogmatika, Jakarta: Gunung Mulia, 2012
Browning. W.R.F, Kamus Alkitab, Jakarta: Gunung Mulia, 2015
G.Tappert Teodore, Buku Konkord Konfesi gereja Lutheran, Jakarta:Gunung Mulia, 2004
Hadiwijono Harun, Iman Kristen, Jakarta:Gunung Mulia, 2014
Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1, Surabaya: Momentum, 2005
Lohse Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: Gunung Mulia,1989
Price Richard, Tokoh Pemikir Kristen Agustinus, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Prys Marie & Jerry MacGregor, 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Allah, Yogyakarta:
Andi,2011
Susabda B Yakub., Mengenal & Bergaul, Yogyakarta: Andi,2010
Wellem F.D., Riwayat Hidup Singkat, Jakarta: Gunung Mulia, 2009
Wongso Peter, Doktrin Tentang Allah, Malang:Seminar Alkitab Asia Tenggara, 1988




[1] Yakub B. Susabda, Mengenal & Bergaul, (Yogyakarta: Andi,2010), 205
[2] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015),458
[3] Peter Wongso, Doktrin Tentang Allah, (Malang:Seminar Alkitab Asia Tenggara, 1988), 31
[4] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta:Gunung Mulia, 2014), 104
[5] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia,1989),46
[6] Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1, (Surabaya: Momentum, 2005), 141
[7] Jerry MacGregor & Marie Prys, 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Allah, (Yogyakarta: Andi,2011), 222
[8] Theol. Dieter Backer, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: Gunung Mulia,2012),64
[9] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, ( Jakarta: Gunung Mulia, 2009),23-25
[10] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 84-87
[11] Richard Price, Tokoh Pemikir Kristen Agustinus, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 116
[12] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, 124
[13] Teodore G. Tappert, Buku Konkord Konfesi gereja Lutheran, (Jakarta:Gunung Mulia, 2004), 36,37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar