Penghayatan Doktrin Trinitas oleh Augustinus dan
Luther
I.
PENDAHULUAN
Kita ketahui trinitas
adalah Allah, Bapa dan Roh Kudus, yang berarti tiga oknum satu hakikat. Dan pada saat ini kita akan
membahas bagaimana penghayatan doktrin trinitas menurut tokoh Augustinus dan
Luther. Dimana mereka berpendapat bahwa trinitas itu adalah Allah, Bapa dan Roh
Kudus, dimana mereka memiliki tiga pribadi satu hakikat, dan tidak dapat
dipisah.
II.
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Trinitas
Istilah Trinitas atau Tritunggal
berasal dari kata Latin “Trinitas”, yang artinya “ketigaan”. Meskipun kata
tersebut secara implisit tidak ada dalam Alkitab, Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru menyaksikan tentang Allah, yang esa menyatakan diri dalam tiga
pribadi berbeda.[1] Dan dirumuskan oleh Gereja
setelah penelitian terus-menerus atas data Alkitab. Dimana Allah yang esa
dinyatakan sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.[2] Secara
posisi tidak ada satu lebih besar dari pada yang lain, atau lebih kecil dari
pada yang lain. Dalam hal waktu, tidak ada satu lebih kemudian dari pada yang
lain. Dalam sifat tiga oknum Allah adalah sama, tidak ada satu oknum yang lebih
kaya dari pada yang lain, atau tidak ada yang lebih miskin dari pada yang lain,
atau satu oknum lebih besar dari pada yang lain, juga tidak ada satu yang lebih
kurang dari pada yang lain. Bukan tiga Allah tapi satu Allah yang Esa.[3]
2.2.Latar Belakang
Doktrin Trinitas
Pada
abad-abad yang pertama gereja yang masih muda ini diperhadapkan dengan
persoalan-persoalan, dimana pengakuan yang diambil-alih dari ajaran Yahudi,
yaitu bahwa Tuhan Allah adalah esa dan pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah
Tuhan. Oleh karena itu maka timbullah persoalan, apakah dengan demikian orang
Kristen menyembah kepada Allah yang lebih dari satu? Dan disepanjang sejarah ini
tampaklah pergumulan Gereja untuk merumuskan kepercayaannya mengenai Tuhan
Allah.
Didalam
pergumulan ini gereja satu pihak berusaha untuk mempertahankan keesaan Allah
dengan melepaskan ketritunggalannya, artinya bahwa orang sedemikian menekankan
kepada ajaran bahwa Allah adalah esa, sehingga sebutan Bapa, Anak, dan Roh
Kudus seolah-olah dipandang sebagai sifat-sifat Allah saja. Di pihak lain
gereja juga bergumul dengan mempertahankan ketritunggalan Allah dengan melepaskan
keesaanyaa., artinya : bahwa orang sedemikian menekankan kepada perbedaan di
antara Bapa, Anak, Roh Kudus, sehingga ketiganya itu seolah-olah berdiri
sendiri-sendiri tanpa ada kesatuannya.[4]
Pengakuan
iman merupakan suatu langkah penting dalam arah perkembangan ajaran gereja tentang
Trinitas, sebab keduanya mengintisarikan iman Kristen secara singkat. Ajaran
tentang Trinitas tidak berasal dari sumber-sumber non-Kristen. [5] Orang-orang
Yahudi pada jaman Tuhan Yesus sangat menekankan kesatuan Allah, dan penekanan
itu terus dipertahankan dalam Gereja Kristen. Akibatnya sebagian orang kemudian
menyingkirkan perbedaan pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal itu satu per satu,
dan yang lain gagal dalam memberikan penjelasan pada keilahian esensial dari
pribadi kedua dan ketiga Allah Tritunggal.[6] Dalam
bentuk latin “trinitas” oleh Tertullian (tahun 220 Masehi).[7]
Trinitas yang bersifat “ekonomis” dan “bersejarah- keselamatan”. Hanya karena
Allah adalah kasih, maka Dia berbuat Kasih. Kasih itu adalah hakikat-Nya
sendiri, bukankah sesuatu yang
ditambahkan pada hakikat-Nya.[8]
2.3.Penghayatan
Doktrin Trinitatis oleh Augustinus dan Luther
2.3.1.
Doktrin Trinitatis oleh Augustinus
Augustinus adalah seorang Bapa Gereja yang
pandangan-pandangan teologinya yang sangat berpengaruh dalam Gereja Barat.
Dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius pada tanggal
13 November 354. Ayahnya bernama Patricius seorang kafir dan Ibunya bernama
Monica seorang yang saleh dan penuh kasih. Memulai pendidikannya di Tagaste dan
kemudian belajar retorika dan Filsafat di Kartago. Dan menjadi seorang teolog
besar dalam sejarah gereja.[9]
Augustinus menekankan keesaan Allah. Augustinus
berkata bahwa itu adalah satu Allah, bukan setiap pribadi dari tiga pribadi itu
yang mempunyai satu hakikat, dan yang satu memiliki satu keilahian, dan yang
satu lagi keagungan, dan yang satu lagi kemuliaan, demikian juga yang satu
memiliki kehendak sedang yang lainnya kemungkinan untuk melaksanakan kehendak
itu dalam kegiatan. Karena itu kata Augustinus , tidak ada satu kegiatan di
mana Allah Bapa saja, atau hanya anak atau hanya roh kudus saja yang terlibat. Terhadap
dunia ini, demikian Augustinus, Allah (yaitu ketiga peribadi itu)
memperlihatkan dan menampilkan “satu Prinsip” (unum principim). Augustinus memahami keesaan Trinitas itu begitu
kuat, sehingga ia mengatakan bahwa bukan hanya Bapa, tetapi juga Anak dan Roh
Kudus terlibat secara aktif dalam inkarnasi Anak. Untuk mengungkapkan pandangan
ini Augustinus menciptakan suatu formula yang persis, yang kira-kira
menjelaskan bahwa karya-karya Trinitas tidak dapat dipisahkan satu terhadap
yang lainnya dalam hubungan dengan kegiatan mereka yang tertuju ke luar, yang
berarti bahwa ketigaan pribadi Trinitas itu senangtiasa bekerja dalam satu
konser. Augustinus sungguh-sungguh merasakan ketidakcukupan dari istrilah Persona. Ia senantiasa memakai kata itu dengan penuh keraguan,
ia menggantikan kata itu dengan relation (hubungan). Menurutnya apa yang disebut dengan
pribadi itu bukanlah sesuatu yang berbeda, masing-masing dalam diri mereka
sendiri. Mereka hanya berbeda dalam hubungan mereka satu terhadap lainnya dan
terhadap dunia. Maka Augustinus berpendapat bahwa adalah tidak mungkin
memanggil Trinitas itu “Bapa” dalam pengertian yang sama, apabila Trinitas
diacu sebagai besar, atau baik, atau kekal. Ucapan seperti ini akan menempatkan
Trinitas hanya sebagai pengertian yang bersifat derifatif (yang dijabarkan).[10]
Ini terletak di dalam relasi antara
Bapa, Putra, dan Roh. Relasi yang dimaksud disini adalah relasi sumber da nasal
muasal.: dimana Bapa adalah Sumber yang merupakan asal muasal Putra, sementara
Roh memperoleh ada-Nya dari Bapa dan Putra.[11]
2.3.2.
Doktrin Trinitatis oleh Luther
Martin Luther dikenal sebagai seorang reformator
gereja di Jerman pada abad ke-16. Dilahirkan pada 10 November 1483 dalam sebuah
keluarga petani di Eisleben, Thuringen, Jerman. Ayahnya bernama Hans Luther dan
Ibunya bernama Margaretta. Keluarga Luther adalah keluarga yang saleh
sebagaimana golongan petani Jerman sehingga Martin Luther dibesarkan dalam
suasana seperti itu.[12]
Penghayatan Trinitas oleh Martin Luther, yaitu
sesuai dengan keputusan Nicea. Bahwa ada satu hakikat ilahi, yang disebut Allah
dan sesungguhnya Allah. Dan ada tiga pribadi dalam satu hakikat ilahi ini,
setara dalam kuasa dan sama-sama kekal; Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh
Kudus. Ketiganya adalah satu hakikat ilahi, kekal, tidak terbagi-bagi, tidak
berakhir, mahakuasa,mahaarif dan mahabaik, satu pencipta dan pemelihara segala
Sesutu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Istilah “pribadi” haruslah
dimengerti sebagaimana Bapa-bapa Gereja menggunakan kaitan ini, bukan sebagai
suatu bagian dari yang lain, melainkan sebagai yang ada dari dirinya sendiri.[13]
2.4.Tambahan Dosen
Tambahan
dosen yang pada saat pertemuan yaitu Pertanyaan apakah ada doktrin trinitas
yang kita anut?. Jawabannya adalah: hasil dari konsili Nicea-Konstantinopel. Dimana
diundanglah gereja siapa saja gereja yang menyatakan dirinya sebagai gereja
yang Am. Dalam doktrin trinitas tidak ada dua. Hanya satu saja yaitu hasil
keputusan konsili Nicea-Konstantinopel. Dan bagaimana menjelaskan doktrin itu
dalam kondisi yang tepat. Bagaimana orang-orang Zaman selanjutnya menghayati
dan menjelaskan doktrin itu?. Zaman berbeda pikiran dan bahasa, istilah-istilah
berkembang. Pada abad ke-20 (tahun 1900-an) jaraknya, bagaimana mereka
menghayati dan menyampaikan keputusannya. Nicea? keputusannya dituliskan dalam
bahasa Yunani, bagaimana mereka menghayati dan menjelaskan keputusan Nicea dan
Konstantinopel.?
Dimana
Pergumulan kritis: perkembangan bahasa. Contoh kata Personae Tuna Substantia dalam Nicea-Konstantinopel yaitu pribadi:
orang, pribadi, oknum, namun orang-orang abab ke-20 berkata tidak seperti itu.
Penjelasan kita tidak bisa melahirkan rumusan yang baru/berbeda dari konsili
Nicea-Konstantinopel menjelaskan masalah. Contoh Personae berbeda dengan yang dulu. Substansi dulu berbeda sekarang
hakikat. Esensinya karena adanya perkembangan bahasa.
III.
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas
saya dapat menyimpulkan bahwa Doktrin trinitas terdiri dari tiga oknum dan satu
hakikat. Dimana oknum itu adalah antara Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan memiliki
satu hakikat yaitu “Kasih”. Dan dapat menurut Augustinus apa yang disebut
dengan pribadi itu bukanlah sesuatu yang berbeda, masing-masing dalam diri
mereka sendiri. Mereka hanya berbeda dalam hubungan mereka satu terhadap
lainnya dan terhadap dunia. Dan Luther mengatakan Bahwa ada satu hakikat ilahi,
yang disebut Allah dan sesungguhnya Allah. Dan ada tiga pribadi dalam satu
hakikat ilahi ini, setara dalam kuasa dan sama-sama kekal; Allah Bapa, Allah
Anak, Allah Roh Kudus.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Backer Dieter
Theol., Pedoman Dogmatika, Jakarta:
Gunung Mulia, 2012
Browning. W.R.F, Kamus Alkitab, Jakarta: Gunung Mulia,
2015
G.Tappert Teodore, Buku Konkord Konfesi gereja Lutheran,
Jakarta:Gunung Mulia, 2004
Hadiwijono Harun, Iman Kristen, Jakarta:Gunung Mulia, 2014
Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1, Surabaya: Momentum,
2005
Lohse Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,
Jakarta: Gunung Mulia,1989
Price Richard, Tokoh Pemikir Kristen Agustinus, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Prys Marie & Jerry
MacGregor, 1001 Fakta Mengejutkan Tentang
Allah, Yogyakarta:
Andi,2011
Susabda B Yakub., Mengenal & Bergaul, Yogyakarta:
Andi,2010
Wellem
F.D., Riwayat Hidup Singkat, Jakarta:
Gunung Mulia, 2009
Wongso
Peter, Doktrin Tentang Allah, Malang:Seminar
Alkitab Asia Tenggara, 1988
[1]
Yakub B. Susabda, Mengenal & Bergaul,
(Yogyakarta: Andi,2010), 205
[2]
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2015),458
[3]
Peter Wongso, Doktrin Tentang Allah,
(Malang:Seminar Alkitab Asia Tenggara, 1988), 31
[4]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen,
(Jakarta:Gunung Mulia, 2014), 104
[5]
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,
(Jakarta: Gunung Mulia,1989),46
[6]
Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1,
(Surabaya: Momentum, 2005), 141
[7]
Jerry MacGregor & Marie Prys, 1001
Fakta Mengejutkan Tentang Allah, (Yogyakarta: Andi,2011), 222
[8]
Theol. Dieter Backer, Pedoman Dogmatika,
(Jakarta: Gunung Mulia,2012),64
[9]
F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, (
Jakarta: Gunung Mulia, 2009),23-25
[10]
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,
84-87
[11]
Richard Price, Tokoh Pemikir Kristen Agustinus,
(Yogyakarta: Kanisius, 2000), 116
[12]
F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat,
124
[13]
Teodore G. Tappert, Buku Konkord Konfesi
gereja Lutheran, (Jakarta:Gunung Mulia, 2004), 36,37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar